• Login
    View Item 
    •   Home
    • Master Theses (MT)
    • Law
    • MT - Kenotariatan
    • View Item
    •   Home
    • Master Theses (MT)
    • Law
    • MT - Kenotariatan
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    Kedudukan Hukum Kreditur Terhadap Objek Hak Tanggungan Atas Pembatalan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pengadilan Akibat Tidak Berwenangnya Pemberi Hak Tanggungan (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1842 K/Pdt/2003)

    Thumbnail
    View/Open
    Reference (125.7Kb)
    Chapter III-V (249.0Kb)
    Chapter II (213.5Kb)
    Chapter I (196.7Kb)
    Abstract (123.7Kb)
    Cover (236.4Kb)
    Date
    2016
    Author
    Nainggolan, Manusun
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    A banking credit contract has a degree of risk. In general, the Bank as a creditor will ask for a debtor’s movable and immovable property to be used as collateral in the process of giving the credit in order to secure the credit channel from the risk of nonperforming loan or the debtor is not able to pay off his loan. In practice, however, a debtor gives hypothecation which is not his or it is obtained illegally so that later on the collateral cannot be executed because the contract of the hypothecation made by the Bank and the debtor is cancelled by the Court. The problems of the research were as follows: how about the process of putting the burden of hypothecation on the collateral as loan deposit, how about the basic consideration of the panel of judges in the Supreme Court’ Ruling No. 1842 K/Pdt/2003 in the case of Cancelling APHT (deed of giving hypothecation) as the result of the un-authorizing of giving hypothecation, and how about the legal consequence of cancelling APHT by the Court toward the Bank as the creditor of hypothecation holder. The research used judicial normative and descriptive analytic method by analyzing the prevailing legal provisions in Hypothecation Law No. 4/1996 on Hypothecation, in credit contract stipulated in Law No. 7/1972 which was amended to Law No. 10/1998 on Banking, and in the Civil Code, Book III on Contract Law. The result of the research showed that the process of the contract of hypothecation was made by the agreement between the Bank and the debtor after credit contract had been agreed. It is made by using authentic deed of PPAT (official empowered to draw up land deeds) and was registered in the Land Office where the land was located so that it has legal enforcement and legal certainty in its implementation. The consideration of the panel of judges of the Supreme Court in their Ruling No. 1842 K/Pdt/2003 was that the debtor who gave the hypothecation had committed ilegal act because he had given collateral obtained illegally so that the APHT was cancelled by the Court since it was legally defective since it was contrary to the prevailing legal provisions on Hypothecation. The legal consequence of cancelling APHT by the Court was that the Bank as the creditor did not have any preference on the collateral and suffered a loss because there was no collateral in giving its credit to debtors. Besides that, the Bank as the creditor does not have any legal correlation with the debtors on the credit contract they have made because the IOU (a promise to pay a debt) is cancelled by the Rulling of the Supreme Court.
     
    Dalam suatu perjanjian kredit perbankan yang memiliki resiko sangat tinggi (degree of risk), pada umumnya bank selaku kreditur akan meminta barang-barang debitur baik bergerak maupun tidak bergerak untuk dijadikan jaminan hutang dalam pelaksanaan pemberian kredit tersebut dalam upaya bank untuk mengamankan penyaluran kredit tersebut dari resiko kemacetan pembayaran atau ketidakmampuan debitur dalam melaksanakan kewajibannya untuk melunasi hutangnya. Namun pada prakteknya ada kalanya debitur pemberi Hak Tanggungan menyerahkan objek jaminan Hak Tanggungan yang bukan miliknya atau yang diperolehnya secara melawan hukum sehingga dikemudian hari objek jaminan Hak Tanggungan tersebut tidak dapat dieksekusi karena perjanjian pengikatan jaminan Hak Tanggungan yang dibuat oleh bank dengan debitur dibatalkan oleh pengadilan. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pembebanan Hak Tanggungan atas objek Hak Tanggungan sebagai jaminan kredit, bagaimana dasar pertimbangan majelis hakim dalam putusan Mahkamah Agung No. 1842 K/Pdt/2003 dalam perkara pembatalan Akta Pemberian Hak Tanggungan akibat tidak berwenangnya pemberi Hak Tanggungan, bagaimana akibat hukum pembatalan APHT oleh pengadilan terhadap bank selaku kreditur pemegang Hak Tanggungan. Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum Hak Tanggungan yang termuat di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, perjanjian kredit yang termuat dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1972 dan yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, KUH Perdata khususnya Buku III tentang Hukum Perjanjian. Dari hasil penelitian diketahui bahwa proses pengikatan jaminan Hak Tanggungan dilakukan dengan adanya kesepakatan antara pihak bank dengan debitur setelah disetujuinya perjanjian kredit. Perjanjian pengikatan jaminan Hak Tanggungan dilakukan dengan menggunakan akta autentik PPAT dan didaftarkan di kantor pertanahan tempat dimana tanah tersebut berada sehingga memiliki kekuatan hukum serta kepastian hukum dalam pelaksanaannya. Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam Putusan No. 1842 K/Pdt/2003 adalah bahwa debitur pemberi Hak Tanggungan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena memberikan objek jaminan Hak Tanggungan yang diperolehnya dengan cara melawan hukum sehingga APHT tersebut dibatalkan oleh pengadilan karena dipandang cacat hukum karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang Hak Tanggungan. Akibat hukum pembatalan APHT oleh pengadilan tersebut adalah bahwa bank selaku kreditur tidak lagi memiliki hak-hak istimewa (preferen) atas objek jaminan Hak Tanggungan tersebut dan mengalami kerugian akibat tidak adanya lagi jaminan dalam pemberian kredit yang dilakukannya terhadap debitur. Disamping itu bank selaku kreditur juga tidak memiliki ikatan hukum lagi dengan debitur atas perjanjian kredit yang telah dibuatnya karena akta pengakuan hutang yang telah dibuat dibatalkan oleh Mahkmah Agung.
     
    URI
    http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/65745
    Collections
    • MT - Kenotariatan [856]

    University of Sumatera Utara Institutional Repository (USU-IR)
    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV
     

     

    Browse

    All of USU-IRCommunities & CollectionsBy Issue DateTitlesAuthorsAdvisorsSubjectsTypesBy Submit DateThis CollectionBy Issue DateTitlesAuthorsAdvisorsSubjectsTypesBy Submit Date

    My Account

    LoginRegister

    University of Sumatera Utara Institutional Repository (USU-IR)
    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV