Kedudukan Hukum Kreditur Terhadap Objek Hak Tanggungan Atas Pembatalan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pengadilan Akibat Tidak Berwenangnya Pemberi Hak Tanggungan (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1842 K/Pdt/2003)
Abstract
A banking credit contract has a degree of risk. In general, the Bank as a
creditor will ask for a debtor’s movable and immovable property to be used as
collateral in the process of giving the credit in order to secure the credit channel
from the risk of nonperforming loan or the debtor is not able to pay off his loan. In
practice, however, a debtor gives hypothecation which is not his or it is obtained
illegally so that later on the collateral cannot be executed because the contract of the
hypothecation made by the Bank and the debtor is cancelled by the Court. The
problems of the research were as follows: how about the process of putting the
burden of hypothecation on the collateral as loan deposit, how about the basic
consideration of the panel of judges in the Supreme Court’ Ruling No. 1842
K/Pdt/2003 in the case of Cancelling APHT (deed of giving hypothecation) as the
result of the un-authorizing of giving hypothecation, and how about the legal
consequence of cancelling APHT by the Court toward the Bank as the creditor of
hypothecation holder.
The research used judicial normative and descriptive analytic method by
analyzing the prevailing legal provisions in Hypothecation Law No. 4/1996 on
Hypothecation, in credit contract stipulated in Law No. 7/1972 which was amended
to Law No. 10/1998 on Banking, and in the Civil Code, Book III on Contract Law.
The result of the research showed that the process of the contract of
hypothecation was made by the agreement between the Bank and the debtor after
credit contract had been agreed. It is made by using authentic deed of PPAT (official
empowered to draw up land deeds) and was registered in the Land Office where the
land was located so that it has legal enforcement and legal certainty in its
implementation. The consideration of the panel of judges of the Supreme Court in
their Ruling No. 1842 K/Pdt/2003 was that the debtor who gave the hypothecation
had committed ilegal act because he had given collateral obtained illegally so that
the APHT was cancelled by the Court since it was legally defective since it was
contrary to the prevailing legal provisions on Hypothecation. The legal consequence
of cancelling APHT by the Court was that the Bank as the creditor did not have any
preference on the collateral and suffered a loss because there was no collateral in
giving its credit to debtors. Besides that, the Bank as the creditor does not have any
legal correlation with the debtors on the credit contract they have made because the
IOU (a promise to pay a debt) is cancelled by the Rulling of the Supreme Court. Dalam suatu perjanjian kredit perbankan yang memiliki resiko sangat tinggi (degree
of risk), pada umumnya bank selaku kreditur akan meminta barang-barang debitur baik
bergerak maupun tidak bergerak untuk dijadikan jaminan hutang dalam pelaksanaan
pemberian kredit tersebut dalam upaya bank untuk mengamankan penyaluran kredit tersebut
dari resiko kemacetan pembayaran atau ketidakmampuan debitur dalam melaksanakan
kewajibannya untuk melunasi hutangnya. Namun pada prakteknya ada kalanya debitur
pemberi Hak Tanggungan menyerahkan objek jaminan Hak Tanggungan yang bukan
miliknya atau yang diperolehnya secara melawan hukum sehingga dikemudian hari objek
jaminan Hak Tanggungan tersebut tidak dapat dieksekusi karena perjanjian pengikatan
jaminan Hak Tanggungan yang dibuat oleh bank dengan debitur dibatalkan oleh pengadilan.
Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana proses
pembebanan Hak Tanggungan atas objek Hak Tanggungan sebagai jaminan kredit,
bagaimana dasar pertimbangan majelis hakim dalam putusan Mahkamah Agung No. 1842
K/Pdt/2003 dalam perkara pembatalan Akta Pemberian Hak Tanggungan akibat tidak
berwenangnya pemberi Hak Tanggungan, bagaimana akibat hukum pembatalan APHT oleh
pengadilan terhadap bank selaku kreditur pemegang Hak Tanggungan.
Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat
deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji
ketentuan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum Hak Tanggungan yang
termuat di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan, perjanjian kredit yang termuat dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1972 dan
yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
KUH Perdata khususnya Buku III tentang Hukum Perjanjian.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa proses pengikatan jaminan Hak Tanggungan
dilakukan dengan adanya kesepakatan antara pihak bank dengan debitur setelah disetujuinya
perjanjian kredit. Perjanjian pengikatan jaminan Hak Tanggungan dilakukan dengan
menggunakan akta autentik PPAT dan didaftarkan di kantor pertanahan tempat dimana tanah
tersebut berada sehingga memiliki kekuatan hukum serta kepastian hukum dalam
pelaksanaannya. Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam Putusan No. 1842
K/Pdt/2003 adalah bahwa debitur pemberi Hak Tanggungan telah melakukan perbuatan
melawan hukum karena memberikan objek jaminan Hak Tanggungan yang diperolehnya
dengan cara melawan hukum sehingga APHT tersebut dibatalkan oleh pengadilan karena
dipandang cacat hukum karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di bidang Hak Tanggungan. Akibat hukum pembatalan APHT oleh pengadilan
tersebut adalah bahwa bank selaku kreditur tidak lagi memiliki hak-hak istimewa (preferen)
atas objek jaminan Hak Tanggungan tersebut dan mengalami kerugian akibat tidak adanya
lagi jaminan dalam pemberian kredit yang dilakukannya terhadap debitur. Disamping itu
bank selaku kreditur juga tidak memiliki ikatan hukum lagi dengan debitur atas perjanjian
kredit yang telah dibuatnya karena akta pengakuan hutang yang telah dibuat dibatalkan oleh
Mahkmah Agung.
Collections
- MT - Kenotariatan [856]