Pengaruh Pembengkokan Tulangan Baja Serta Penambahan Serat Bendrat Terhadap Kapasitas Penampang Dan Daktilitas Balok Beton Bertulang
Abstract
Pelaksanaan di lapangan pada umumnya sering dijumpai penggunaan kembali tulangan baja yang telah dibengkokkan. Masalah ini sulit dihindari karena dimungkinkan banyak terjadi penyimpangan selama proses pengangkutan sampai dengan perangkaian. Untuk itu perlu diadakan penelitian mengenai pengaruh penggunaan tulangan baja yang sudah dibengkokkan tersebut terhadap kapasitas penampang dan perilaku struktural elemen-elemen struktur beton yang menggunakannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas penampang balok berdasarkan analisis model matematik (dari usulan Suhendro (1992) dan SK SNI T-15-1991-03) maupun berdasarkan pengujian lentur balok, untuk balok beton normal dan balok beton serat bendrat akibat penggunaan tulangan baja yang sudah dibengkokkan, serta untuk mengetahui perilaku lendutan (daktilitas) balok berdasarkan hasil uji lentur. Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui beberapa tahap Data yang diambil dibagi atas dua kebutuhan yaitu untuk analisis penampang model matematik dan data yang berdasarkan uji lentur balok. Uji lentur balok menggunakan beban terpusat yang terbagi menjadi dua titik di atas balok dengan pembebanan secara bertabap. Terdapat lima tipe balok dalam penelitian ini, yang masing-masing tipe ada tiga balok dengan jenis yang sama. Balok tipe satu yaitu balok beton normal yang menggunakan tulangan baja normal, balok tipe dua yaitu balok beton normal yang menggunakan tulangan baja dengan sudut pembengkokan 90°, balok tipe tiga yaitu balok beton normal yang menggunakan tulangan baja dengan sudut pembengkokan 180°, balok tipe empat yaitu balok beton serat bendrat yang menggunakan tulangan baja dengan sudut pembengkokan 90°, dan balok tipe lima yaitu balok beton serat bendrat yang menggunakan tulangan baja dengan sudut pembengkokan 180o. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tulangan baja yang sudah mengalami pembengkokan memiliki kenaikan tegangan leleh dan tegangan ultimit tetapi mengalami penurunan daktilitas dibandingkan terhadap tulangan baja normal. Berdasarkan hasil analisis, terjadi peningkatan kapasitas beban ultimit rata-rata untuk balok tipe dua, tipe tiga, tipe empat dan tipe lima terhadap tipe satu seeara berturut-turut memberikan nilai sebesar 1,97 %; 7,18 %; 52,09 %; 58,06 %. Untuk uji lentur balok, peningkatan kapasitas beban ultimit rata-rata untuk balok tipe dua, tipe tiga, tipe empat dan tipe lima terhadap tipe satu secara berturut-turut memberikan nilai sebesar 11,76 %; 17,69 %; 21,91 %; dan 29,49 %. Faktor daktilitas rata-rata yang tertinggi terjadi pada balok tipe satu (sebesar 4,0611). Balok beton normal mengalami penurunan daktilitas setelah menggunakan tulangan baja yang sudah dibengkokkan. Untuk balok tipe dua dan tiga memiliki faktor daktilitas yang kecil, secara berturut-turut mempunyai faktor daktilitas rata-rata sebesar 2,9945 dan 2,2939. Pada balok tipe dua, setelah ditambah serat bendrat (dengan volume fraction 2 %) diperoleh faktor daktilitas rata-rata yang lebih besar yaitu menjadi 3,8106 (merupakan faktor daktilitas rata-rata balok tipe empat), sedangkan pada balok tipe tiga, setelah ditambah serat bendrat (dengan volume fraction 2 %) diperoleh faktor daktilitas rata-rata yang lebih besar juga yaitu menjadi 3,2761 (merupakan faktor daktilitas rata-rata balok tipe lima). In general, the bent steel reinforcement resulted from deviation during the transportation and assembly is frequently reused. This problem might occur on field and difficult to be prevented. Therefore, a research concerning influence ofreusing of the bentsteel reinforcement on flexural strength and ductility of reinforced concrete beam is very important to be run. The objectif of this study is to identify flexural strength based on mathematics model analysis (suggested by Suhendro (1992) and SK SNI T-15-1991-03) as well as flexural testing of normal and bendrat fibre concrete, included ductility of reinforced concrete beam. The research was performed in several stages. The data taken were divided into two categories, those were for mathematics model analysis and data based on flexure testing. For flexure testing, reinforced concrete beam subjected of two points loading. There were five types of beam in this research, each of which consists of three similar kind beams. The first type was a normal concrete beam using normal steel reinforcement and second type was a normal concrete beam using the bent steel reinforcement of 900 angle, as well as third type was a normal concrete beam using the bent steel reinforcement of 180º angle. While for fourth type was a bendrat fibre concrete beam using the bent steel reinforcement 90º angle and fifth type was a bendrat fibre concrete beam using the bent steel reinforcement 180º angle. The steel reinforcement bending has higher yield and ultimate stress than the normal steel reinforcement but has lower ductility. According to the results, there were increasing of average of ultimate flexural strength of second, third, fourth and fifth type against first type, i.e 1.97%; 7.18%; 52.09% and 58.06% respectively. Based on the flexure testing, the average increasing ofultimate flexural strength of second, third, fourth and fifth type against first type were 11.76%; 17.69%; 21.91% and 29.49% respectively. The average highest ductility value oeeured on first type beam (4.0611). Normal concrete beam showed decreasing of ductility after using the bent steel reinforcement. For second and third type have low ductility values, ie 2.9945 and 2.2939 respectively. For second type beam, when added by bendrat fibre (volume fraction of 2%) had higher average ductility value of 3.8106 (type 4). While for third type beam, when added by bendrat fibre (volume fraction of 2%) also had higher average ductility value of 3.2761 (type 5).