• Login
    View Item 
    •   Home
    • Student Papers (SP)
    • Law
    • SP - Hukum Pidana
    • View Item
    •   Home
    • Student Papers (SP)
    • Law
    • SP - Hukum Pidana
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    Tinjauan Yuridis Mengenai Pemberian Grasi Terhadap Terpidana Di Indonesia

    Thumbnail
    View/Open
    Reference (50.26Kb)
    Chapter III-VI (153.2Kb)
    Chapter II (131.3Kb)
    Chapter I (90.02Kb)
    Abstract (42.90Kb)
    Cover (72.47Kb)
    Date
    2013-05-24
    Author
    Vinansari, Triana Putrie
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Grasi merupakan salah satu upaya yang dapat diajukan oleh terpidana kepada Presiden untuk meminta pengampunan atau pengurangan hukuman kepada Presiden. Tidak semua terpidana dapat mengajukan grasi, melainkan harus memenuhi syarat yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2002 jo. Undang-Undang No. 5 Tahun 2010 tentang Grasi. Permohonan grasi yang diajukan belum tentu akan mendapat persetujuan dari Presiden. Sebelum memberikan keputusan, Presiden harus memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung terlebih dahulu. Penyelesaian permohonan grasi ini masih ada menimbulkan kontroversi dalam masyarakat ketika grasi diberikan kepada orang-orang yang dianggap tidak layak untuk mendapatkannya. Permasalahan yang dikaji dalam skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Mengenai Pemberian Grasi Terhadap Terpidana di Indonesia” adalah mengenai apakah yang menjadi landasan dasar pemberian grasi dan bagaimana pengaturan mengenai grasi dalam hukum positif di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penulisan yuridis-normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dan ditujukan kepada peraturan-peraturan tertulis dan penerapan dari peraturan perundang-undangan atau norma-norma hukum positif yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas. Alasan pemberian grasi kepada terpidana adalah karena faktor kemanusiaan dan faktor keadilan. Faktor kemanusiaan dimaksudkan kepada terpidana yang mengalami sakit parah atau kepada mereka yang telah membuktikan dirinya berubah menjadi baik, dinilai sebagai bentuk penghargaan atas perubahan tersebut. Faktor keadilan dimaksudkan kepada mereka yang mencari keadilan atas putusan yang dirasa kurang adil dipidanakan padanya. Peraturan perundang-undangan mengenai grasi telah diatur dalam Undang-Undangnya tersendiri yaitu UU No. 22 Tahun 2002 jo UU No. 5 Tahun 2010, namun wewenang baru yang diberikan kepada Menteri Hukum dan HAM dalam meneliti dan melaksanakan pengajuan grasi diharapkan dibuat aturan lebih lanjut karena cenderung dapat disalahgunakan dan pemberian grasi kepada terpidana korupsi, terorisme, dan narkotika dirasa sangat kurang adil apabila permohonan grasi yang diajukan dikabulkan oleh Presiden tanpa memperhatikan keadilan dari sisi terpidana dan masyarakat umum, karena tindak pidana tersebut dirasa sangat merugikan kepentingan orang banyak dan perlu mendapatkan hukuman yang berat. Oleh karena itu, akan dirasa kurang pantas apabila pelaku tindak pidana extra ordinary dimudahkan dalam proses pemidanaannya
    URI
    http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/37573
    Collections
    • SP - Hukum Pidana [400]

    University of Sumatera Utara Institutional Repository (USU-IR)
    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV
     

     

    Browse

    All of USU-IRCommunities & CollectionsBy Issue DateTitlesAuthorsAdvisorsSubjectsTypesBy Submit DateThis CollectionBy Issue DateTitlesAuthorsAdvisorsSubjectsTypesBy Submit Date

    My Account

    LoginRegister

    University of Sumatera Utara Institutional Repository (USU-IR)
    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV