Pemberian Kompensasi Dan Restitusi Dalam Pelanggaran Ham Berat Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban
Abstract
Setiap terjadi kejahatan maka dapat dipastikan akan menimbulkan kerugian pada korbannya. Korban kejahatan harus menanggung kerugian karena kejahatan baik materiil maupun imateriil. Namun dalam penyelesaian perkara pidana, banyak ditemukan korban kejahatan kurang memperoleh perlindungan hukum yang memadai. Salah satu bentuk perlindungan terhadap korban kejahatan dan merupakan hak dari seseorang yang menjadi korban tindak pidana adalah untuk mendapatkan kompensasi dan restitusi. Beberapa peraturan di Indonesia mengatur mengenai pemberian kompensasi dan restitusi, misalnya KUHAP, UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, PP No. 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM Yang Berat. Namun berdasarkan pengamatan, sangat jarang ada korban tindak pidana yang mendapatkan ganti rugi. Pengadilan HAM ad hoc untuk Kasus Timor-timur, Tanjung Priok dan Abepura pun belum dapat mempraktekan pemberian kompensasi, restitusi dan rehabilitasi kepada korban pelanggaran HAM berat karena pengaturan tentang kompensasi, restitusi dan rehabilitasi tidak jelas. Atas dasar itulah penulis sangat tertarik untuk meneliti perlindungan hukum terhadap korban pelanggaran HAM berat dengan identifikasi masalah, bagaimana hukum positif Indonesia mengatur mengenai mekanisme kompensasi dan restitusi dan membandingkannya dengan ketentuan yang ada dalam Statuta Roma.
Metodologi yang dipakai dalam penulisan ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif karena menggunakan data sekunder sebagai sumber utama. Sedangkan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis yaitu suatu penelitian yang menggambarkan data dan fakta sebagaimana adanya untuk kemudian dianalisis terhadap ketentuan hukum yang berlaku, khususnya terhadap UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Statuta Roma.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa pengaturan mengenai kompensasi dan restitusi bagi korban pelanggaran HAM berat belum dapat dijalankan karena mekanisme pengaturannya belum diatur secara jelas dan belum memenuhi standardisasi internasional. Berbeda dengan pengaturan mengenai mekanisme kompensasi dan restitusi dalam Statuta Roma, yang dapat menjamin korban dalam mendapatkan penggantian kerugian secara materiil dan imateriil.
URI
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20919http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/36070
Collections
- SP - Ilmu Hukum (fixed) [1340]