Manifestasi Sosialisme-Demokrasi Di Indonesia: Sebuah Pencarian Jejak Ideologi Dan Konstruksi Demokrasi
Abstract
Persoalan Idologi adalah hal primer yang harus kembali dibicarakan dalam sebuah kerangka bernegara. Republik Indonesia didirikan dengan semangat sosialisme, dimana segala pandangan Marxisme mengendap pada pikiran pokok bapak bangsa. Lantas kita sebagai generasi muda tidak hanya bisa terdiam dengan pandangan kososng dalam mengisi kerangaka bernegara. Tulisan ini memang sengaja diusung untuk kembali mempromosikan sebuah ideologi yang sangat relevan atas konsis zaman dan benag merah sejarah.
Mencari artefak ideologi tidak bisa dilakukan dengan serampangan. Penyelidikan ini haru dilakukan dengan sangat hati-hati berdasar sebuah fakta tekstual yang menjadi pertinggal pada masanya. Dengan kondisi seperti itu kita akan kembali dihadapkan pada sebuah piliha ideologis. Pendekatan Post-Marxist adalah sebuah pilihan metodologis yang memungkinkan untuk membongkar formasi waca yang pernah terjadi dimasa lampau. Dengan cara ini maka peranan wacana yang hegemonik dan antagonisme wacana adalah sebuah cara untuk memahami proses terbentuknya sebuah paradigma sosial. Hegemoni wacana berjalan untuk menundukkan wacana yang tumbuh disekitarnya, sehinggga ada sebuah kosensus yang berlaku secara sadar maupun tidak. Disisi lain antagonisme wacana beroperasi atas dasar keterlemparan yang tidak lagi diakomodir pada situasi yang sama. Kadang kala proses antagonisme akan menimbulkan sebuah potensi kekuatan baru untuk mengkalahkan wacana yang sudah mapan.
Nasionalisme Indonesia berdiri diatas gagasan Marxisme yang menjadi lawan tandi dari pemerintahan kolonialisme. Nasionalisme Indonesia digagasa oleh para anak-anak muda terdidik yang melakukan propaganda baik lewat media massa maupun proses pengkaderan panjang untuk mempersiapkan calon-calon pemimpin bangsa. Gerakan ini kemudian terakumulasi menjadi sebuah perlawan ideologi atas segala penindasan colonial yang terus-menerus menjadi basis situasi perlawanan. Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan Tan Malaka adalah manusia-manusia yang mengkorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk kemerdekaan Indonesia. Semangat kemerdekaan bukan saja sebatas anti-kolonialisme dalam pertentnagan ras (warna kulit). Namun ada program sosialisme yang ingin terus disematkan dalam fundamental bernegara. Sehingga kita tidak sebatas menghargai mereka dalam batas kesosokan sebagai seorang tokoh bangsa. Namun ada sebuah cicta-cita luhur sosialisme untuk membangun sebuah peradaban yang adil dan sejahtera, meski segala pencapainan cita-cita itu terjadi pertikaian politik yang berujung pada kesedihan mendalam. Pada akhir hayat mereka hanya dikenal sebagai seorang manusia yang pernah memimpin Negara ini. Tapi kita enggan untuk kembali melirik tulisannya.
Sosialisme-Demokrasi yang kini kembali didengung-dengungkan Negara Eropa, sebagai solusi atas krisis prahara yang disebabkan oleh rabies Neo-Liberalisme bukan lah sebatas omong kosong. Kalau kita kembali pada semangat republik Indonesia pada awal-awal kemerdekaan, maka jejak dan relevansi ide itu dengan jelas dan lugas termaktub dalam pikiran founding fathers. Namun atas sebuah kesewanangan penguasa, sejarah tertimbun oleh darah dan kekuasaan untuk menghapus jejak luhur kaum sosialis Indonesia.
Collections
- SP - Politics [490]