• Login
    View Item 
    •   Home
    • Student Papers (SP)
    • Humanities
    • SP - History
    • View Item
    •   Home
    • Student Papers (SP)
    • Humanities
    • SP - History
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    Pers Di Tapanuli 1945 – 1950

    Thumbnail
    View/Open
    Appendix (2.528Mb)
    Reference (213.6Kb)
    Chapter III-V (316.5Kb)
    Chapter II (295.2Kb)
    Chapter I (246.7Kb)
    Abstract (218.1Kb)
    Cover (560.7Kb)
    Date
    2010-07-29
    Author
    Halimiaty, Maya
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Awal kemunculan pers di Tapanuli maupun di daerah lain di Nusantara tidak terlepas kaitannya dengan keadaan pada masa kolonial Belanda. Pada masa itu pers muncul sebagai akibat dari kegiatan perdagangan yang membuat orang membutuhkan informasi bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Pada masa itu konsep nasionalisme sengaja dikesampingkan, sehingga sebagian surat kabar isinya bersifat keagamaan dan kesukuan. Perkembangan yang dilakukan oleh persuratkabran di Tapanuli dari waktu ke waktu, tentu saja semuanya mengarah pada tujuan politik perjuangan yakni keinginan terbebas dari penguasa kolonial Belanda. Banyaknya surat kabar yang terbit di Tapanuli setelah kebangkitan nasional, tentu saja berita yang disampaikan tidak lagi sebagai suara-suara milik Belanda atau pun bagi pendatang Tionghoa tetapi isinya banyak memuat berita mengenai bidang ekonomi baik perdagangan maupun sengketa tanah rakyat, melainkan sudah mengarah pada pemberitaan tentang kepentingan republik, khususnya seputar peristiwa yang terjadi di Tapanuli. Kendatipun Sibolga, Tarutung, Balige dan Padang Sidempuan merupakan kota kecil, namun tidak pernah sepi dari penerbitan surat kabar, karena pada masa itu banyak surat kabar yang pernah terbit di masing-masing wilayahnya. Oleh karena itu orientasi pemberitaannya juga berbeda, antara lain ada yang mengarah pada bidang ekonomi, politik, sosial, dan agama yang akhirnya mengarah ke orientasi tentang cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beberapa contoh surat kabar pada masa kolonial Belanda adalah:Poestaha, Partoengkoan, Tapian Na Oeli, Sinar Merdeka, Hindia Sepakat, Soara Batak, Bendera Kita, Soara Tapanoeli, Palito Batak, dll.Tapanuli juga memiliki tokoh-tokoh pers yang dianggap Belanda sebagai Pendekar Pena yang dalam setiap berita yang mereka tulis selalu melakukan kritik yang dapat membuat telinga Belanda pasti merah bila membacanya. Soetan Casayanang, M. H. Manullang, Soetan Soemoeroeng, J. Siahaan, Abdul Manaf, Parada Harahap. Mereka ini telah sering mengalami kasus–kasus delik pers, pembredelan hingga penangkapan dan penjara. Tahun 1928 merupakan tahun-tahun tersibuk yang penuh dengan kobaran semangat juang yang ditunjukan oleh rakyat dalam menumbuhkan rasa nasionalisme, maka sejalan dengan itu juga dunia persuratkabaran semakin melancarkan tugasnya sebagai pembawa dan pemberi berita terhadap rakyat Tapanuli khususnya. Untuk itu para tokoh-tokoh pers berupaya keras untuk tetap menerbitkan surat kabar baru menjelang dilaksanakannya sumpah pemuda pada tahun 1928 yang cukup menggugah kesadaran rakyat untuk bangkit melawan ketidakadilan di wilayahnya sendiri. adapun surat kabar yang pernah terbit di Tapanuli pada masa tersebut antara lain ; Bendera Kita, Soeara Tapanoeli, dan Bintang Batak serta beberapa surat kabar kecil lainnya. Semua penerbitan surat kabar diatas pada dasarnya mengarah pada pemberitaan tentang kepentingan rakyat baik itu dibidang politik, sosial maupun ekonomi yang selalu berusaha keras untuk tetap menentang segala kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda di Tapanuli. Pada masa kolonial Jepang, segala surat kabar dilarang terbit dan Jepang hanya menerbitkan surat kabar Tapanuli Sinbun dalam dua edisi yaitu bahasa Indonesia dan Cina. Harian ini terbit pada sore hari, oleh karena itu sebelum dicetak terlebih dahulu di sensor oleh tim dinas penerangan Jepang bernama Bunkaka. Pada umumnya berita-berita yang dimuat oleh surat kabar ini tentu saja adalah berita mengenai kepentingan politik Jepang yaitu cita-cita ‘Asia Timur Raya’, untuk berita-berita luar negeri hanya bersumber dari kantor berita Jepang bernama Domei. Pemerintahan Jepang yang sangat sensitif terhadap surat kabar yang dikeluarkan oleh pribumi, akhirnya menjadi latar belakang minimnya surat kabar yang terbit menjelang berakhirnya pemerintahan Jepang. Disamping itu militer Jepang mendirikan bunkaka sebagai alat untuk seleksi terhadap pemberitaan yang dikeluarkan oleh pribumi. Berita yang akan disampaikan terlebih dahulu disensor sebelum diterbitkan agar tidak memuat berita situasi politik nasional maupun internasional, bahkan untuk berita mengenai kekalahan Jepang selalu dibendung atau ditutupi. Kehidupan surat kabar pada masa perang kemerdekaan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan, karena sering mendapat tekanan dari pihak penjajah. Masa perang kemerdekaan banyak surat kabar yang terbit di Tapanuli, tetapi secepat pertumbuhannya secepat itu pula surutnya Bagaimanapun sulitnya ancaman, perekonomian dan hambatan lain yang dihadapi oleh insan pers didaerah pendudukan, namun beberapa surat kabar perjuangan tetap mengemban tugasnya sebagai media yang berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan Indonesia yang sudah diproklamasikan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak secara serentak dapat diterima oleh tiap-tiap daerah ada yang cepat dan ada yang lambat. Hal ini dikarenakan alat komunikasi massa yang ada pada saat itu sedang berada dalam pengawasan Jepang. Disamping itu untuk mempersulit hubungan komunikasi, Jepang membagi-bagi wilayah Indonesia ke dalam komando yang berbeda-beda serta membuat peraturan yang berbeda pula, sehingga pada awal kemerdekaan tidak ada surat kabar di Tapanuli yang menyiarkan berita proklamasi karena setiap daerah yang akan diberitakan atau dimuat terlebih dahulu diseleksi. Dalam setiap siaran radio pun hanya menyiarkan berita bahwa sekutu menginstruksikan kepada Jepang untuk bertanggung jawab menjaga keamanan dan tidak menyerahkan senjata kepada kaum revolusi. Sebagai sumber informasi surat kabar harus mampu menempatkan diri melalui berita-beritanya sesuai dengan keadaan yang sedang terjadi. Pada masa perang kemerdekaan pers meneriakkan berita perjuangan bangsa. Surat kabar yang terbit awal kemerdekaan tergolong banyak untuk ukuran saat itu, namun tidak semua surat kabar bertahan terbit di daerah pendudukan. Pembredelan yang dilakukan terhadap surat kabar yang berani memberitakan kegiatan Sekutu di Medan bahkan menentangnya mengakibatkan banyak surat kabar yang berhenti terbit atau memindahkan penerbitanya ke daerah yang lebih aman karena sanksi yang diberikan sangat berat. Hanya surat kabar perjuanganlah yang mampu bertahan dengan segala resiko yang harus diterima . Selain pembredalan yang harus dihadapi oleh para tokoh pers keadaan transportasi atau alat pengangkutan merupakan faktor penghambat pers dapat berkembang dengan sewajarnya. Selama pendudukan Sekutu pers berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dimana penerbitannya tertekan oleh kebijakan yang dikeluarkan sekutu. Dengan demikian kita ketahui bahwa berita-berita yang dimuat surat kabar dapat menghambat tujuan Sekutu untuk menjajah Indonesia. Terbukti dengan dikenakannya sanksi berupa pembredelan terhadap sejumlah surat kabar yang terbit dimasa tersebut, latar belakang pemberian sanski ini karena pers memuat berita tentang kegiatan militer Sekutu di Indonesia. Disamping itu pers mampu memberikan penerangan kepada masyarakat mengenai bentuk pemerintahan yang sudah ada dan harus tetap dipertahankan. Berbicara mengenai peranan pers pada masa revolusi tidak terlepas dari perjuangan para tokoh-tokoh pers yang terlibat di dalamnya. Situasi Tapanuli selama perang kemerdekaan boleh dikatakan tidak pernah sepi dari suasana tembak-menembak. Para pejuang republik termasuk tokoh pers harus sangat hati-hati dalam menghadapi sekutu, oleh karena itu tokoh pers selalu jadi incaran Belanda sebab dianggap dapat memberi pengaruh besar terhadap rakyat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Sebagaimana sering dikatakan bahwa organisasi pergerakkan dan pers merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Pada masa perjuangan bukan hanya tokoh-tokoh pergerakan saja yang sering ditangkap dan dipenjarakanatau ditahan, tetapi tokoh pers juga mengalami hal yang sama sehingga pengalaman pejuang politik dirasakan juga oleh para tokoh-tokoh pers di Tapanuli. Pejuang pers juga rela meninggalkan keluarga anak dan isteri ketika penerbitannya harus diungsikanke tempat yang aman, atau sebaliknya keluarga diungsikan ke tempat yang aman sementara para pejuang pena ini tetap bertahan didaerah konflik dengan tujuan agar surat kabar ini dapat tetap terbit. Oleh karena itu sudah sewajarnyalah kita memberi penghormatan kepada para pejuang bangsa Indonesia termasuk pejuang pers yang selalu setia melayani pembacanya yang haus akan informasi khususnya berita-berita tentang perkembangan Indonesia selama perang kemerdekaan berlangsung. Perjuangan para tokoh pers di Tapanuli tidak terlepas dari penerbitan surat kabar yang difungsikan sebagai media untuk menyampaikan kritik ataupun perlawanan terhadap Belanda. Disamping itu surat kabar juga dijadikan sebagai media yang sifatnya sebagai penyambung hubungan antara masyarakat dan pemerintah
    URI
    http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19131
    Collections
    • SP - History [227]

    University of Sumatera Utara Institutional Repository (USU-IR)
    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV
     

     

    Browse

    All of USU-IRCommunities & CollectionsBy Issue DateTitlesAuthorsAdvisorsSubjectsTypesBy Submit DateThis CollectionBy Issue DateTitlesAuthorsAdvisorsSubjectsTypesBy Submit Date

    My Account

    LoginRegister

    University of Sumatera Utara Institutional Repository (USU-IR)
    DSpace software copyright © 2002-2016  DuraSpace
    Contact Us | Send Feedback
    Theme by 
    Atmire NV