Fusi PDI: Masalah Yang Dihadapi Serta Keberhasilannya Dalam Pemilu 1987 Dan 1992
Abstract
Proses penyederhanaan partai politik yang digulirkan oleh pemerintah Orde Baru menimbulkan persoalan baru dalam iklim demokrasi di Indonesia. Hal ini karena proses fusi partai politik bukan berdasarkan keinginan partai politik itu sendiri, melainkan karena “paksaan” rezim yang berkuasa. Kondisi inilah yang dialami oleh Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan fusi dari lima partai politik, yaitu: Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Murba, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Katolik, dan Partai Kristen Indonesia (Parkindo).
Konsekuensi yang dialami PDI pasca fusi adalah persoalan identitas partai, konflik intern, peraturan yang mengebiri partai politik, dan tekanan dari pihak yang berkuasa. Latar belakang, ideologi, dan basis massa tiap-tiap unsur partai yang berbeda-beda, merupakan salah satu hal mempersulit konsolidasi partai. Selain itu konflik yang berkepanjangan di dalam tubuh PDI, baik konflik warisan, antar unsur, maupun kepentingan pribadi, semakin menyesakkan nafas kehidupan partai ini. Kondisi ini diperparah dengan produk perundang-undangan yang membatasi ruang gerak partai melaksanakan fungsi-fungsinya. Sehingga bisa dikatakan PDI hanya sebagai partai “pelengkap” demokrasi yang jauh dari massa.
Satu hal yang menarik, di tengah-tengah konflik intern yang berkepanjangan, PDI berhasil dalam meraih dukungan rakyat khususnya generasi muda dalam Pemilu 1987 dan Pemilu 1992. Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah suara yang signifikan pada periode tersebut. Tentu banyak faktor yang menyebabkan keberhasilan tersebut seperti faktor kepemimpinan partai, faktor Bung Karno, dan media massa. Permasalahan PDI pasca fusi dan keberhasilannya dalam Pemilu 1987 dan Pemilu 1992 adalah pokok kajian dalam tulisan ini.
Collections
- SP - History [227]